Hukrim

Tragis! Santriwati di Lombok Barat Jadi Korban Oknum Ponpes, Ini Detailnya

×

Tragis! Santriwati di Lombok Barat Jadi Korban Oknum Ponpes, Ini Detailnya

Sebarkan artikel ini
Santriwati di Lombok Barat Jadi Korban Pencabulan 3 Oknum Ponpes

Lombok Barat, NTB Kasus dugaan pencabulan dan persetubuhan terhadap anak di bawah umur kembali mencoreng dunia pendidikan di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kepolisian Resor (Polres) Lombok Barat berhasil mengamankan tiga orang tersangka yang diduga terlibat dalam serangkaian tindak pidana tersebut.

Ketiga tersangka berinisial S alias Ustad S alias D (Pimpinan Ponpes), WM alias TW (Anak dari Pimpinan Ponpes), dan HM alias AM (Pengajar).

Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari orang tua korban, seorang buruh harian lepas.

Korban sendiri merupakan seorang pelajar santriwati di ponpes tersebut perempuan berusia 16 tahun yang berdomisili di Kecamatan Lembar, Lombok Barat.

Modus Operandi dan Kronologi Kejadian

Modus operandi yang dilakukan para tersangka berbeda-beda. Tersangka WM diduga melakukan persetubuhan terhadap korban di kamar tidurnya pada pertengahan November 2023 dini hari.

Modusnya, tersangka membangunkan korban yang sedang tidur, menariknya ke kamar, dan melakukan persetubuhan setelah sebelumnya melakukan perbuatan cabul seperti meraba tubuh korban.

Sementara itu, tersangka S yang berprofesi sebagai Ketua Yayasan HF, diduga melakukan pencabulan terhadap korban di kamar ibu tersangka dalam beberapa kesempatan. Aksi bejat tersebut dilakukan pada Juni, Agustus, dan Oktober 2024.

Tersangka HM juga diduga melakukan pencabulan terhadap korban di lokasi yang sama pada September 2024. Modusnya hampir serupa, yaitu mencium korban dan memeluknya secara paksa.

Kanit PPA Sat. Reskrim Polres Lombok Barat, Ipda Dhimas Prabowo, menjelaskan kronologi kejadian berdasarkan laporan yang diterima.

“Awalnya pelapor bersama korban datang ke Polres Lombok Barat untuk membuat laporan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak,” ujar Ipda Dhimas.

Pengungkapan Kasus dan Tindakan Kepolisian

Setelah menerima laporan, Unit PPA Sat Reskrim Polres Lombok Barat segera melakukan serangkaian penyelidikan dan pengembangan. Termasuk wawancara/klarifikasi terhadap pelapor, korban, dan saksi-saksi.

Dan dilakukan pemeriksaan tambahan Berita acara kralifikasi korban dan saksi mengacu hasil visum korban terdapat Luka robek Lama kekerasan tumpul dari keterangan korban juga mengalami persetubuhan, serta tiga saksi lain juga mengaku sebagai korban pencabulan. Setelah melakukan gelar perkara, status kasus dinaikkan ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka.

“Setelah wawancara/klarifikasi saksi-saksi, terdapat 3 (saksi) yang mengaku sebagai korban juga. Kemudian dilaksanakan gelar perkara naik sidik dan gelar perkara penetapan tersangka,” lanjut Ipda Dhimas.

Adapun serangkaian tindakan penyidikan yang telah dilakukan meliputi penerimaan dan pembuatan laporan polisi.

Kemudian pengecekan dan olah TKP, pemeriksaan terhadap pelapor, korban, dan saksi-saksi, penyitaan barang bukti.

Juga melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, serta penangkapan dan penahanan tersangka.

Motif dan Barang Bukti

Motif kejahatan para tersangka diduga karena adanya kesempatan dan anggapan bahwa korban tidak akan melapor karena para tersangka merupakan guru korban di Yayasan HF.

Para tersangka juga diduga memanfaatkan doktrin kepatuhan terhadap guru yang diajarkan di yayasan tersebut.

Barang bukti yang berhasil diamankan oleh pihak kepolisian berupa satu buah baju kaos lengan pendek warna hitam dan satu buah celana kulot warna hitam.

Pasal yang Disangkakan dan Ancaman Hukuman

Tersangka WM dipersangkakan melanggar Pasal 76D Jo. Pasal 81 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 76E Jo. Pasal 82 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima belas tahun.

Sementara itu, tersangka S dipersangkakan melanggar Pasal 76E Jo Pasal 82 Ayat (1) dan Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima belas tahun.

Tersangka HM juga dipersangkakan melanggar Pasal 76E Jo Pasal 82 Ayat (1) dan Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima belas tahun.

Proses Hukum Berlanjut

Kasus ini masih dalam proses penyidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian. Pihak berwenang akan terus mengusut tuntas kasus ini dan memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap anak-anak, terutama di lingkungan pendidikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *